RADICALTHOUGHT – Dalam agama Buddha, konsep “setan” atau “Mara” sering kali dipahami berbeda dengan interpretasi dalam tradisi agama lain. Tidak dianggap sebagai entitas eksternal yang menggoda manusia ke jalan kejahatan, dalam agama Buddha, Mara lebih sering dilihat sebagai personifikasi dari hambatan batin yang menghalangi seseorang mencapai pencerahan atau Nirvana.

1. Mara dan Perannya:
Mara adalah simbol dari keinginan, takut, dan kematian—segala yang mengikat manusia ke siklus kelahiran kembali (samsara). Dalam teks-teks Pali, Mara sering muncul sebagai penentang yang mencoba menghalangi Buddha dari mencapai pencerahan. Namun, Mara tidak selalu dipandang sebagai musuh, melainkan sebagai bagian dari proses internal yang harus diatasi.

2. Empat Bentuk Mara:
Tradisi Buddha mengidentifikasi empat “Mara” utama yang harus diatasi:

  • Klesha-Mara: Hambatan berupa emosi negatif dan pola pikir, seperti keinginan, kemarahan, dan kebodohan.
  • Mrtyu-Mara: Simbolisasi dari kematian dan ketakutan terhadap kematian yang bisa menghambat pencarian spiritual.
  • Skandha-Mara: Keterikatan pada lima skandha atau agregat yang membentuk individualitas (bentuk, sensasi, persepsi, formasi mental, dan kesadaran).
  • Devaputra-Mara: Kepuasan palsu yang diperoleh dari kekuasaan spiritual atau pencapaian material yang dapat mengalihkan dari jalan pencerahan.

3. Mengatasi Mara:
Praktek Buddha, seperti meditasi dan pemahaman yang benar, diarahkan pada pengenalan dan pelepasan dari pengaruh Mara. Meditasi membantu individu untuk melihat kelengahan pikiran dan melepaskan keterikatannya, sementara pengajaran Dharma memberikan panduan tentang bagaimana menjalani hidup dengan etis dan bijaksana.

4. Mara dalam Kehidupan Sehari-hari:
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, Mara dapat muncul dalam bentuk kecenderungan negatif atau hasrat yang membelenggu kita. Mengenali kehadirannya adalah langkah pertama untuk mengatasi pengaruhnya dan bergerak menuju kebebasan spiritual.

5. Kesimpulan:
Alih-alih memandang setan sebagai entitas eksternal, Buddhisme mengajarkan untuk melihat Mara sebagai aspek dari pengalaman manusia yang bisa ditransformasikan. Melalui praktik dan pengembangan batin, seseorang dapat mengatasi pengaruh Mara dan melangkah lebih dekat ke arah keadaan terbebas dari penderitaan, yang dikenal sebagai Nirvana.

Dalam konteks Buddhisme, “setan” lebih merupakan cerminan dari tantangan batiniah yang harus dihadapi setiap individu dalam perjalanan spiritual mereka. Melalui meditasi, pemahaman yang mendalam, dan praktek yang etis, hambatan ini dapat diatasi, memungkinkan jiwa untuk maju ke pencerahan.